Sok Keren ya tidak pakai Nama Sendiri?. Ide postingan ini muncul karena sempat baca komen berbalas di blog tetangga. Mau ikut komen saya tidak kenal dengan temannya pemilik blog tsb. “Kenapa menyebut diri istri X atau mamanya Ucok“. Katanya mereka yang tidak pakai nama sendiri dimana identiatasmu sebenarnya? 😛 .
Mengenai kenapa tidak pakai nama sendiri?. Saya mau ambil contoh dari keluarga dan saya sendiri saja, lebih enak begitu daripada ambil contoh orang lain toh 😀 .
Orang Batak
Orangtua saya asli Batak, bapak marga Silaen dan mama boru Panjaitan. Sejak menikah mama saya jadi dikenal dengan nama “ibu Silaen“. Dikenal dalam pergaulan persaudaraan (keluarga) dan dilingkungan tetangga, namun kalau ktp (kartu tanda penduduk) mama saya tetap memakai nama aslinya.
Untuk surat menyurat penting misalnya surat-surat bank pakai nama asli jadi ibu R. Panjaitan, namun untuk surat menyurat lain, misal untuk kirim-kirim kartu ucapan atau antar teman biasanya ditulis sebagai “ibu Silaen“. Kalau menyebut diri saat ditanya orang mama saya pasti bilangnya “ibu Silaen”.
Bagaimana kalau di lingkungan rumah (tetangga) ada nama keluarga yang sama?. Biasanya diperjelas dengan yang rumahnya di jalan rt rw sekian atau misal yang punya pohon belimbing dll. Julukannya jadi dikenal begitu dan lingkungan tetangga jadi sudah hapal begitu, contohnya tuh kalau ada mencari alamat tidak ketemu, trus ada tetangga mau bantu dengan memastikan “.. ibu Siregar si tante pohon belimbing ya?“. Dianterin kerumahnya benar orang yang dimaksud yang dicari. Pantas saja si tamu lama ketemu yang dicari, karena tiap kali nanya orang, bilang nama asli saudaranya bukan nama yang dikenal dilingkungan rumah 😀 .
Orang Batak kalau sudak menikah memang memakai nama belakang suaminya, sudah begitu aturan dan adatnya. Dianggap tidak sopan kalau panggil nama aslinya .
Jadi mama saya yang boru Panjaitan setelah menikah dengan bapak saya yang marga Silaen, panggilannya jadi ibu Silaen. Bukan mau sok keren atau kehilangan identitas, namun begitu adatnya.
Kalau orang Bataknya menikah dan punya anak, si ortu tidak dipanggil lagi dengan nama aslinya, melainkan jadi nama anak pertamanya. Misal mamanya si butet (kalau anaknya namanya butet), papanya si ucok (kalau anaknya namanya ucok). Suami istri tersebut dipanggil tidak dengan nama asli mereka lagi karena untuk kalangan orang Batak hal tersebut tidak sopan.
Nah kalau sudah punya cucu beda lagi panggilannya, jadi si mama dan bapak saya dikenal dengan nama cucunya pertamanya. Walaupun saya anak pertama dikeluarga karena adik (perempuan) saya yang duluan menikah dan mempunyai anak, maka orangtua saya dikenal dengan nama opu si Kiarra. (Kiarra anak pertama adik saya).
Hasil wawancara singkat mama saya nih :
Beda lagi kalau adat di samosir, kalau panggilan dari cucu harus dari anak cowo yang jadi panggilan opu anu. Memang dari anak cewe juga bisa di panggil tapi kalau anak nya yang cowo sudah punya anak pasti panggilan opu anu dari anak cewe di ganti jadi opu anu dari anak cowo nya.
Karena ortu saya Batak Toba bukan dari samosir, jadi kalau kedua adik laki-laki saya berkeluarga dan nantinya mempunyai anak, maka orangtua saya tetap akan dipanggil/dikenal dengan nama opu si Kiarra, yakni cucu pertamanya.
Si mamaku tercinta saya wawancara tentang nama, malah ditambahin ceramah panggilan kakak dan adik dalam adat Batak. Duuuh mami itu untuk ulasan berikutnya deh ya, pusing nanti anakmu ini 😀 .
Orang Jerman
Saya pernah baca artikel, katanya orang Batak tuh mirip sekali dengan orang Jerman (lupa artikelnya, tidak simpan linknya). Mungkin karena pengaruh Nommensen melakukan pengginjilan di tanah Batak dahulu kala. Btw anyway di Medan sana (atau tanah Batak sana) deh ya kalau “permen“ bilangnya “bonbon“ kan ya?? di Jerman juga dibilangnya Bonbon. Saya baru tahu ya pas di Jerman sini hehe.
Balik bahas soal nama. Orang Jerman kalau menikah juga nantinya si istri jadi pakai nama keluarga si suami. Kalau akhirnya mereka berpisah dan si istri menikah lagi, jadi si istri pakai nama suami barunya dong. Kalau belum menikah lagi, yang saya perhatikan para wanita tersebut tetap pakai nama belakang suami mereka.
Ada orang-orang yang pakai dua nama dan ada yang hanya satu nama saja alias pakai nama keluarga suami saja. Saya gunakan dua nama (nama keluarga saya dan nama keluarga bapaknya Ben). Dua nama tersebut bisa dibalik penulisannya (pastikan sebelum menikah maunya penulisannya bagaimana). Buat saya enak didengarnya nama keluarga saya nyambung nama belakang bapaknya Ben, jadi pas menikah catatan sipil begitu awal penulisan nama saya, plus ada dua nama depan saya jadi panjang seperti kereta api 😆 . Ada yang pakai tanda minus diantara kedua nama keluarga dan ada yang langsung nyambung.
Ketika menikah 4 tahun lalu di Swiss saya gunakan pemisah (tanda minus) diantara kedua nama belakang saya dan suami, ketika pindah ke Jerman dan mau bikin unbefristet ausweis (permanent residence) sempat dipertanyakan petugasnya karena beda lagi aturannya. Jadi pak petugas bilang kalau mau ganti paspor tanda minusnya minta dihilangkan. Petugasnya sampai buka buku besar (panduan hukum).
Di Jerman pakai dua nama begitu untuk mempermudah surat menyurat, kalau saya pakai nama saya saja siapa yang kenal?. Kembali mau mirip-miripin dengan orang Batak, di Jerman kalau ditanya nama, maka yang dimaksud adalah nama belakang (nach name / familienname).
Suatu hari saya mau ambil barang pesanan saya ditoko. Saya pesan pakaian untuk Benjamin melalui internet dan bisa ambil di cabang dekat rumah jadi bebas ongkos kirim. Pelayan tokonya menanyakan nama saya. Saya bilang nama saya Nella. Si ibu lama bolak balik halaman buku tidak ketemu nama saya. Sementara itu satu pegawai lain (bukan orang Jerman) langsung ke gudang. Tidak lama datang si ibu dari gudang, dan ibu yang bolak balik halaman mungkin memandang aneh saya hihi 🙄 . Yaelah pantesan tidak ketemu. Jadi harusnya saya menyebutkan nama belakang saya.
Dilain kesempatan saya pernah mengirim surat/kartupos ke teman saya di Jerman, dia bilang namanya kurang lengkap, jadi pak pos lama baru mengantar. Iya saya lupa mencantumkan nama belakang suami temanku tersebut.
Contoh ketiga, di stasiun bus saya bertemu tetangga pemilik pohon cherry. Si ibu hapal muka saya dan saya juga hapal muka dia, namun kita belum pernah say hello. Ibu tetangga tersebut menyebut (memastikan) nama saya dengan menyebut nama belakang saya. Duuhh ribet bu, panggil saja saya Nella demikian saya katakan. Nah saya tanya balik nama ibu tersebut, yang terdengar jelas dikuping saya hanya nama depannya Maria. Mau tanya ulang bisa dikira saya budek hehhe.
Untuk di Indonesia kalau mau ubah nama harus diurus sampai pengadilan. Hingga saat ini saya tidak berniat mengganti (revisi) nama saya di Indonesia, jadi tanpa nama suami dibelakang nama saya. Kenapa saya tidak pengen ganti? kan keren tuh ke barat-baratan? 😀 .
Alasannya cukup simpel karena saya tidak tinggal di Indonesia, jadi apa kepentingan saya ganti nama di Indonesia?. Ganti nama perlu urus ke notaris lalu ke pengadilan, tahu sendiri kan birokrasi di tanah air seperti apa. Ajaib kalau urus surat-surat bisa selesai dalam waktu 1-2 minggu (ketika urus berkas /syarat menikah saya butuh 1,5 bulan, urus sendiri tidak pakai agen). Termasuk tentunya butuh duit untuk mengurus surat-surat ganti nama tersebut. Tiap orang pasti punya alasan dan kepentingannya masing-masing, silakan dijalani yang Anda anggap penting 😉 .
Penggunaan nama dalam pernikahan Jerman silakan di http://www.germany.info/Vertretung/usa/en/05__Legal/02__Directory__Services/04__Family__Matters/Name__Marriage.html *thanks buat sikoperbiru yang berikan link tersebut.
Di Jerman saya termasuk aktif untuk terima surat-surat, mengirim surat-surat (komplain), ikut-ikut undian teka-teki silang (tts) gardening, belanja online dll. Nama yang saya gunakan yang dua nama seperti saya jelaskan diatas. Didepan pintu rumah dan kotak surat juga tertera hanya nama keluarga saya dan nama keluarga suami tanpa nama depan.
Nama yang saya gunakan di dunia blog, setelah ada anak saya gunakan nama emaknya Benjamin lalu atas saran teman blogger yang kita satu marga, namanya Nandito Silaen bilang supaya nama saya ditambah br. Silaen. Katanya supaya “Silaen“ mengudara (terkenal). Jadilah saya buat nama online saya emaknya Benjamin br. Silaen . Padahal saya makin terkenal makin takut hihi, makanya nama asli saya sudah saya ganti begitu.
Sudah diganti (sembunyikan nama asli) tetap saja lumayan banyak pencarian dengan nama asli saya ke blog saya ini (mungkin karena kisah saya 2 kali nonggol di media cetak dan 1 kali di media online). Belum lama ini malah pencarian “rumah nella di jerman“ . Pas lihat sempat mikirnya negatif, “.. mampus kenapa nih, nyari apa nih orang, ko nyari rumah saya? “. Atau “.. kerjaan (nama lengkap) suaminya nella “. Nama bapaknya Ben tuh ditulis lengkap loh nama depan dan nama keluarga, dan pencariannya lumayan banyak. Busyet ya sampai segitu kepo nya para pembaca blog saya ini haha. Kapan-kapan kalau saya rajin saya makin sering deh cerita-cerita mengenai suami dan saya, supaya yang penasaran terpuaskan rasa ingin tahunya 🙄 .
Untuk teman-teman blogger pasti tahulah siapa dibalik nama emaknya Benjamin, kalau ada yang baru lihat nama saya saat blogwalking dan penasaran ya tinggal mampir ke blog saya pasti akan tahu siapa saya, di halaman profile ada tertera nama asli saya.
Jadi segitu ya penjelasan saya mengenai kenapa saya tidak pakai nama asli, bukan sok keren atau kehilangan identitas. Kalau orangnya sudah keren, tidak pakai dibuat-buat pasti sudah keren haha *ditimpung pembaca 😆 .
you may also like :
• 10 Pertanyaan Mengenai Emaknya Benjamin
• Babenya Benjamin Manis Banget kalau Begini. Du Bist so Suss adalah ..
• Orang Jerman itu ..
ya maksud saya kalau mau berbagi informasi ya dipastikan informasinya yang benar, nanti orang baca jadi ikut salah kalau nggak benar. Mendingan ditulis fiksi aja sekalian – seperti urusan nama yang wajib ganti nama suami, itu kan ga benar.
Sebagai seorang ibu yang tiap hari kerjanya ngurus anak kecil dan dapur, yang sehari-hari hanya seputar dapur dan bersih-bersih rumah. Tidak punya banyak waktu berkutat didepan komputer, si kecil keburu bangun dari tidurnya kalau urusan riset2 begitu hehe. Ditambah bahasa inggris saya yg jeblok sampai buka google translate untuk mengetahui arti misleading 😆 .
o itu sudah pasti biar hidupnya gak bakalan repot kayak emaknya yg cuman punya satu nama :))
begini ya, saya tinggal di Eropa selama 10 tahun dan disini equality dijunjung tinggi, tidak akan mungkin suatu negara di Eropa (baik Jerman ataupun yang lain) memaksakan seseorang untuk ganti nama baik dalam pernikahan atau urusan lain.
Di link tersebut yang saya copy paste, dibilang bahwa baik laki laki ataupun perempuan DAPAT memilih nama kelahiran mereka (family name dari bapak/ibu) sebagai nama keluarga, jadi ada empat kemungkinan:
Tetap dengan nama asli (nama keluarga dari bapak / ibu)
Ganti nama dari nama keluarga suami (untuk istri)
Ganti nama dari nama keluarga istri (untuk suami)
Atau suka2 mau pake nama apa.
Saya rasa disini tidak pernah dipermasalahkan pake nama siapa di belakang, mungkin kalau nama kurang wajar di bahasakan Jerman atau bahasa lokal macam Deny bilang bisa jadi banyak salah mengeja tapi saya yakin seyakin2nya bahwa pemerintah tidak akan pernah memaksakan warganya untuk berganti nama setelah pernikahan, apalagi istri harus mengambil nama suami, that’s a big NO NO, bisa dibakar gedung institusi pemerintah sama para feminis Jerman.
Lain kali kalau mau tulis sebuah subyek di blog tolong di riset dulu biar ga misleading.
http://www.germany.info/Vertretung/usa/en/05__Legal/02__Directory__Services/04__Family__Matters/Name__Marriage.html
I. When two people marry in the Federal Republic of Germany, they can determine which last name they would like to use in the marriage. The name thus determined will then be recorded in the marriage certificate. If they do not determine a common family name, each spouse retains his/her current last name.
Dulu ga kepikiran gitu, jadi langsung delete aja 😀 . Aplikasi chat juga sekarang cuma pake watsap, jadi yang add ya emang temen deket yang udah tau nomer hapeku, ga mau ribet deh sekarang 🙂
Hai kutubuku makasih ya linknya, nanti saya masukkan ke postingan saya. Kalau mengacu ke German law tersebut berarti menggunakan dua nama.
Hai Feli Cinaga hihi, boleh juga ide tulisan dari kamu. Harus kumpulin sumber2nya dulu, ga mau asal cuap2 trus nanti ditimpuk sama yg pada tahu 😀 .
Bisa jadi mama nya mau ngumpet, jd pasang foto anaknya 😀 . *jadi curhat diri sendiri.
Panggil bu, pak orang kak aja hahahaha maksa.
Hai Ito samalah aku juga bangga ko 😉 .
Hai Ria, kalau yg ga tau bgm panggilnya, benar spt yg kamu bilang asal sopan ybs pasti oke saja ya 😉 .
Hai Hana makasih komennya, wah saya jadi tahu ternyata orang Jawapun mirip dg batak ya 🙂 . Orang batak kalau dipanggil dg marga suami sama ko hanya sebatas panggilan. Nama di ktp tetap nama asli si istri.
Dhy kalau nanti kamu anak, kasihlah sedikitnya 2 nama ya hehe 😀 .
Horas Lia, bagus juga ko kalau nama kita dicantumkan marganya, jd orang lain tau kita orang Batak, nah bener tuh klo ketemu yg batak juga bisa dapat banyak manfaat postifnya 😉 .
Hai Man klo mikir postifnya ya gitu mungkin ada yg mau ngado 😀 . Klo mikir negatif ko jadi serem.
Sptnya tahun depan domain gw bikin spt lu ah di sembuyikan alamat rumahnya 😀 .
Hai Maria, kalau suami istrinya sdh punya anak beda lagi panggilannya, punya cucu beda pula, ah ribet 😀 .
Iyaaa Win, contoh klo orang Jerman kumpul2 sdh mirip orang batak arisan lupa waktu sampai tengah malam kaga pulang2 😀 .
Krn nama blogku pursuingmydream, yg komen ga mau pusing cari nama asli saya (pdhl ada halaman profile saya tertera nama asli), jd spy cepat dipanggil mbak Pur. Belakang ada yg panggil bu Jerman hahaha.
Hai Yayang iya sudah beggitu adatnya, jadi kami jalanni saja, drpd dicap gak tau adat hihi 😀 .
Ooohh klo di sekolah bisa beda2 ya jd mommy nya siapa 😀 . Hahaha ambil postifnya aja supaya makin sayanglah kau dg inang mertuamu Ndang 😉 .
Belakangan klo ada yg add aku sering terima, aku mikirnya mungkin tahu aku dari blog. Friendlist fesbuk kubagi dalam bbrp kategori ada teman biasa, keluarga, unknown. Klo aku posting sesuatu jadi tingal pilih mau di share ke teman yg bgm. Klo ga suka bisa kubikin ga terima feed dia. Klo mau bersih2 friend ya tinggal hapus aja 😀 . Klo chat aku memang ga maen ga punya waktu hihi 😀 .
😀
Tergantung pake dimananya sih, klo udah lama kenal dan komunikasi ga pernah putus pasti bakal otomatis kesebut mama anu. Cuma aku pernah ada temen pesbuk, baru add udah pake nama mama anu, dia pajang poto sendiri sih, cuma kan tetep bingung, karna lama ga ketemu dan dia sekarang udah pake jilbab, ga aku terima dibilang sombong, padahal kan emang ga kenal itu siapa. Di bbm juga pernah gitu, pake nama mama anu, pajang poto anaknya, lah kan malah tambah pusing klo mau chat, aku delete contact dia ngambeg. Jadi sekarang rada males klo temen pesbuk ato chat pake nama mama anu, langsung unfriend biar ga pusing 😀
Tapi beda cerita klo baru kenal, misal saya kenalan sama kakak emak Ben (sok akrab manggil kakak :p), dari awal kenal taunya ya emak Ben, jadi ya ga ada masalah, justru malah bingung klo tiba-tiba add friend pake nama asli kan 😀
Aku bukan nganggep orang yang pake nama mama anu itu sok keren loh yah, cuma aku ga mau pusing aja, mau chat bingung nyarinya, mau kirim pesan ga tau mau kirim siapa someting like that lah 🙂
Neeeel aku juga jadi Mamak ephraim di.keluarga. Kalo di sekolahan krucils tergantung lagi di kelas siapa hahahaha jadi Mommy ephraim, mommy Gaoqi dan mommy Gama. Aku paling lucu tiap aku dipanggil Bu Tamba aku langsung kebayang inang mertuaku juga hahahaba
Hi Deny, yg aku tau (pengalaman bikin kartu identitas di Belanda) semuanya mengacu pada nama kita di paspor dan akte lahir. Jadi aku pun sama dgn mu semua ID full memakai nama sendiri.
Iya mba, aku sedikit paham dgn adat batak yg memakai nama belakang suami ketika sudah menikah karena temanku pun begitu memakai nama suami setelah menikah, sudah adatnya begitu katanya
Aku lagi baca postingan ini malah jd ngakak nih mbak, kok ya ada yg manggil mbak Pur :””))). Tapi aku tau nama asli mbak Nella jg gara2 suka bacain blog dan komen2nya . Tfs ya 🙂
kalau kata orang itu kak orang German itu kayak Bataknya Indonesia
Wahh makasi infonya yaa mba Nel.. Aku baru tau tuh tentang detail nama panggilan di keluarga Batak. Selama ini taunya cuma kalau udah nikah, istri akan dipanggil dengan nama belakang suami. Itu doank taunyaa, hihihi.
Waduh ada yg mau nyari alamat rumah lu, mgkn mau ngirim kado Hahaha.
Kalo soal ganti nama setelah married, sama tuh kebiasaan nya sama org disini. Tp gak trus dipanggil sama nama anak sih kecuali kalo yg manggil temen anak di sekolah yg gak tau nama mamanya dan cuma tau nama anaknya ya baru dipanggil Andrew’s Mom. Hehe.
Akuu half blood Batak nih kak. Hehehehe. Soalnya cuma papa aja yang asli batak. Aku lahir dan gede di Jakarta. Mama gak pake marga papa sih di KTP. Tapi aku dan adik2 semua pakai marga.
Kadang ngerasa bangga banget punya marga. Hahahaha. Malah pernah dibantu pas kena musibah di jalan, gara-gara tau margaku 😀
Ah seru banget ada batak ya emang. Baru ngeh seseru ini, soal panggilan sampe detailnya banget. Cool
ribet banget kalo cuma punya nama satu suku kata ini, mbak Nel namanya panjang, saya malah kekurangan nama,ahahaha
Orang Jawa juga nggak jauh beda Mbak Nela. Misalnya nama suamiku Pak Andi, ya orang-orang di lingkup pergaulan dan tetangga sekitar biasanya akan memanggilku dengan nama “Bu Andi”. Tapi memang hanya sebatas panggilan aja sih mbak, nggak sampai ganti nama belakang dengan nama suami.
Intinya sama namun kadang orang salah mengartikan. asal mangilnya sopan pasti kita bakal boleh…
🙂
ya begitulah selama masih batak pasti banyak ini dan itu. namun aku bangga jadi orang batak 🙂
Hahahaha iya Ev, itu baru sekedar namanya ya, belum berbagai panggilan, misal nangtua, bapaktua, namboru, kakak dsbnya. Kalau jarang ketemu lupa mau panggilan 😆 .
hahaha betul juga, cuman saya yang jadi temen kadang repot mengenali ini siapa sebenernya orangnya, yang di pasang di foto FB foto anaknya, namanya pun nama “mamanya si X”.
Terima kasih juga untuk komentarnya 🙂 .
Kalau saya ambil postifnya saja, mungkin si ibu ingin anaknya dikenal 😀 . Atau entah ini mungkin untuk kalangan etnis tertentu,
krn adik dan bbrp teman saya kalau panggil saya adalah dengan menyebut nama anak saya, jadi “mamanya Ben”.
Mbak Pur (langsung dilempar kapur haahah)…
Mau dong Mbak Nella diceritain jenis2 batak kan ada batak karo, batak toba dan batak apa lagi? Ada yang kristen, muslim ada yang rahangnya halus ada yang rahangnya kokoh….
Berarti aku di Batak lgs jadi boru Cinaga yah hehehe
Piss juga, makanya aku cari jodoh ga dari lingkungan batak hehe 😀 .
Benar kata mamanya Mayang, namanya dari suaminya 😉 .
Hai Fahmi iya ya sukses banget tuh brandingnya, apalagi klo namanya unik 😉 .
Saya lihat disini kok katanya terserah kita ya mau rubah apa enggak. BUKAN WAJIB
Choice of German Law:
When choosing German law, the last name of the man or woman, or the name of the man or woman at birth may be chosen as the married name. In addition, the German wife/the German husband may place the previously used name (or the name at birth) in front of or behind the jointly chosen married name, in accordance with § 1355 IV of the German Civil Code.
http://www.germany.info/Vertretung/usa/en/05__Legal/02__Directory__Services/04__Family__Matters/Name__Marriage.html
Selain mbak Pur aku beberapa kali sering juga dipanggil bu Jerman hahaha 😆 .
Hai Adhya, suamiku namanya juga cuma satu, nah krn ada nama keluarga makanya jadi dua 😀 . Iya di Indo banyak suku ga mencantumkan nama keluarga/nama belakang. Jadi ribet ya ketika berurusan dg internasional 😀 .
Hai bang Jampang, iya beda-beda aturannya 😀 .
Hai Den, wajib pakai nama suami, bisa gabungan nama keluarga kita dan suami. Ada temanku tidak punya nam keluarga (krn di Indo kan tidak semua suku punya nama keluarga), nah temanku jadi ribet. Dia punya nama depan 2, jadi yg nama kedua sama petugas mau dijadikan nama keluarga dia dan digabung dg nama suami, temanku ga mau. Kalau kamu lancar2 saja ya gpp diterusin aja. Iya sih orang Belanda mungkin sulit pas bilang nama kita, sama spt kita menyebut nama orang asing ko susah ya, makanya klo aku lebih suka panggil nama depan aja, tp nya di Jerman norma yg berlaku adalah panggil nama belakang.
orang batak, nama pas lahir, pas udh married, pas udh punya anak, pas udh punya cucu beda. jd orang batak emang paling boros nama yeeeee … hahaha …
Di Skandinavia terserah mau ambil nama suami / istri atau tidak, tidak akan ada yang ngurus dan tidak ada yang menanyakan. Beberapa kolegaku di kantor (orang Danish dan orang Swedia) justru mengambil nama keluarga si istri (laki2nya ambil nama keluarga perempuan). Alasannya? Nama keluarga perempuan lebih unik daripada nama keluarga mereka sendiri. Suka suka eike, maksudnya 😛
Terimakasih penjelasannya yang panjang dan lebar. Sangat informatif sekali. Bukan maksud saya menyinggung waktu menulis komentar seperti itu, tapi penjelasan ini juga tidak ada hubungannya dengan yang saya maksud waktu menuliskan komentar tersebut.
Bedakan antara memanggil diri sendiri Ibu Simatupang (suami pak Simatupang, atau whatever lah), dengan “Mamanya si Rico” di fesbuk. Yang satu jelas2 nama resmi (jika sudah memilih untuk mengganti nama dengan nama suami, ya itu sudah termasuk resmi, di paspor, KTP dst), dengan mamanya si Rico. Sayangnya banyak temannya teman yang muncul di fesbuk dengan berbagai varian nama dari alternatif kedua yang saya bilang tadi.
Kalo kata temen gw nich yaaa “Batak gede adatnya” hahaha
alias banyak aturan nya hehehehehe #Piss
jadi keinget dulu. punya tetangga org batak. kita manggil beliau buk simatupang. kata mama sih simatupang marga suaminya beliau, bukan marga beliau sendiri. sekarang aku baru tau alasannya kenapa 😀
Saya biasanya lebih sering dipanggil dengan nama tambahan dari nama blog sekarang 😛 nggak apa, itu berarti brandingnya sukses xixixi
Mbak Nellaaa. Jadi inget deh postingan dirimu yang nyeritain soal orang yang memanggilmu Mbak Pur (dari Pursuing) hihihi. Waktu itu baru pertamankenal dan sebelumnya saya belain ubek ubek blog biar nemu nama aslinya. 😀
sama halnya juga jika menikah dengan warga negara romania mbak Nel, nama belakang istri diganti (dipaspor dan ktp) jadi ikut nama belakang suami, tapi tidak saya lakukan krn waktu itu kepikiran bakalan ribet ngurus2 pergantian nama ini,hehe mana nama sya cuman satu suku kata lagi (yang bikin bingung seluruh instansi pemerintahan di italia) mereka heran knp ada orng yang gak punya nama belakang, padahal indonesia biasa2 aja ya,hehe
beda daerah beda kebiasaan.
yang pasti ada sesuatu di balik kebiasaan itu 😀
saya tahu nama emaknya benjamin setelah baca beberapa komentar yang nyapa nama asli 😀
Nel, jadi pengen nanya. Jadi kalau di Jerman, kalau sudah menikah dengan penduduk jerman gitu wajib memakai nama belakang Suami atau itu adalah pilihan untuk mempermudah administrasinya? Kalau misalkan pilihan, berarti kalau tetap pakai nama sendiri, akan menjadi ribetkah untuk surat menyurat atau administrasinya disana? Kalau baca dari tulisanmu, kayaknya akan jadi ribet ya.
Aku ga tau ya kalau di Belanda seperti apa, karena aku full memakai nama sendiri, ga ada nama belakang suami disemua ID yang aku urus disini. Jadi kalau misalkan ke dokter, pas dipanggil “Mevrouw…(nama belakangku)” yang beberapa kali bikin bingung mereka juga soalnya statusku menikah tapi nama belakangnya bukan nama orang Belanda haha. Tapi so far so good sih. Ga terlalu yang ribet gimananya. Cuman orang sini susah banget baca dan mengeja nama belakangku :)))