Sisi Gelap Perkawinan Timur-Barat (4)
Curi Uang Celengan untuk Beli Roti
Oleh: Yuyu A.N. Krisna Mandagie
UTRECHT – Aku masuk ke dapur kecil, memutar tubuhku saja sukar sekali. Begitu juga kamar mandi dan WC. Di dapur aku akan mempersiapkan meja kecil dengan dua buah piring, sendok, garpu dan gelas minum. Sebatang lilin aku nyalakan guna merayakan hari pertamaku di negeri kincir angin ini. Aku tidak melihat ada makanan di dapur itu. Aku pikir mungkin Gerard akan membeli makanan di restoran di bawah sana untuk merayakan kedatanganku. Restoran itu kelihatan dari jendela flat kami.
Tak lama kemudian Gerard pamit keluar. Pasti dia akan membeli makanan di restoran, kataku dalam hati. Tak lama berselang, Gerard pulang dengan membawa bungkusan kertas di tangannya. Tiba-tiba Gerard dengan wajah dingin melemparkan bungkusan itu ke atas meja. Dengan bahasa Inggris Gerard berkata datar: “This is our dinner for to night. Since now we must spend money because my salarry does not enough for us“. Dua nasibal (bola-bola nasi goreng) tergulir dari bungkusan kertas itu. Oh Tuhan, inikah makanan malam untukku, untuk menyambut istri tercintanya ini?. Sejak saat itu sirna sudah segala cita-cita dan mimpi-mimpi gadis kecil Amiatun yang ingin dimesrai oleh laki-laki yang mirip suami tetangganya dulu.
Aku sangat kecewa menyesali semua yang telah terjadi. Aku melewati malam itu bersama Gerard tanpa rasa. Perasaanku beku. Tetapi sebagai orang yang beragama, aku sudah berjanji di hadapan Tuhan untuk menerima Gerard sebagai suamiku, apapun keadaannya. Mulai saat itu aku bertekad menjadi istri yang saleh. Kehidupan bersama Gerard kujalani sampai kapan Tuhan kehendaki. Hari-hari yang panjang aku jalani bersama Gerard. Aku tahu dari bacaan-bacaan bahwa orang Belanda itu akibat ajaran Calvijn mereka hidup penuh perhitungan. Tetapi perhitungan suamiku mengenai uang sudah keterlaluan. Aku diberi uang untuk belanja keperluan rumah tangga dan keperluanku sebagai perempuan, tetapi semua itu harus aku pertanggungjawabkan. Uang harus kembali dan bon dari toko adalah tuntutan pertama Gerard bila aku pulang dari supermarket.
Aku sering mencuri uang tabungan Gerard dari celengannya hanya untuk membeli sepotong roti atau es krim. Gerard memiliki celengan dari plastik berbentuk pipa untuk menyimpan uang pecahan 2,50 gulden.
Tanpa Perasaan
Hubungan kami sebagai suami istri berjalan normal, walaupun berlangsung tanpa perasaan. Aku melakukan kewajibanku saja, tidak lebih. Aku tidak pernah menikmati hubungan itu. Gerard selalu wanti-wanti agar aku jangan sampai hamil. Pil KB selalu tersedia di meja dekat tempat tidur. Sementara aku ingin punya momongan karena aku berharap nantinya dapat membagi rasa dengan anakku.
Perempuan macam apa aku ini? Dimana harkatku sebagai seorang perempuan dan istri?
Apa sebenarnya yang aku cari dari kehidupan yang tawar ini? Tidak pernah terbesit dalam anganku menjadi istri dengan kondisi seperti ini. Aku sering mempersalahkan diri dan perasaanku. Kenapa aku menginginkan laki-laki ganteng mirip suami tetanggaku orang Prancis itu?. Di manakah saat-saat yang indah selama dua minggu saat kami baru menikah? Di manakah kelembutan dan kemesraan yang pernah diberikan Gerard selama di Indonesia?.
Kenapa saat ini dia berubah, apakah dia kecewa karena aku tahu bahwa dia hanya seorang pengangguran yang hidup dari belas kasihan Dinas Sosial?. Gerard memang hanya hidup dari tunjangan sosial. Kemewahan yang diperlihatkan kepadaku selama di Indonesia, adalah berkat tabungannya selama bertahun-tahun.
Memasuki satu tahun usia perkawinan kami, aku hamil. Gerard marah besar. Dia langsung membawa aku ke dokter dan memintaku untuk menggugurkan kandungan dengan alasan aku sakit. Memang, saat itu aku sakit-sakitan. Tetapi bukan berarti aku tidak boleh hamil. Aku sangat terpukul. Berminggu-minggu aku tidak pernah keluar dari flat yang sumpek itu.
Kebanggaan Keluarga
Penderitaanku tidak pernah kuceriterakan kepada keluargaku di Indonesia. Aku ingin mereka tahu bahwa aku hidup bahagia bersama suamiku Gerard. Aku tak ingin merusak kebahagiaan dan kebanggaan mereka. Perkawinanku dengan Gerard membuat mereka bangga anak gadisnya bisa menikah dengan orang asing, dan kini hidup di Eropa. Aku berusaha untuk bertahan, walaupun perlakuan Gerard terhadapku makin tidak manusiawi. Aku tidak boleh bergaul dengan sesama bangsa Indonesia. Tetapi aku tidak bodoh, aku mempersiapkan dan mengup-grade diri sebaik-baiknya untuk bisa mandiri di tanah orang. Aku belajar bahasa Belanda di kelas cuma-cuma untuk orang asing yang disediakan oleh pemerintah kota. Bahasa Belanda mulai aku kuasai. Gerard rupanya kurang suka aku bisa berbahasa Belanda. Pernah pada satu pertemuan dia menempelengku karena aku memotong bicaranya. Aku sangat malu. Besoknya aku lari dari rumah dan meminta bantuan di kantor Dinas Sosial. Aku menginap di tempat itu hanya semalam, karena keesokan harinya Gerard menjemputku dan meminta maaf atas kesalahannya.
Aku memaafkan dia. Namun kesalahan yang sama tetap terulang lagi. Dia memukulku lagi. Kali ini aku benar-benar harus meninggalkan Gerard. Aku selama ini menerima Gerard apa adanya. Semua yang pernah kualami bersama Gerard berakhir sudah. Maka kami pun kemudian bercerai. Aku kini bekerja di pabrik makanan siap saji. Dengan gaji dan tunjangan janda aku bisa menyewa flat yang lebih besar. Tetapi kini tubuhku tidak semampai lagi. Aku menjadi gemuk sekali, penderitaan membuat selera makanku tak terkendalikan.
Kini sudah 15 tahun aku hidup sendiri dengan keadaan sakit-sakitan karena tubuhku yang terlalu besar. Kakiku tidak kuat menyangga tubuhku. Gadis Amiatun yang cantik semampai dan bercita-cita menjadi penari Sunda itu, kini melewati hari-harinya dengan merenungi apa yang telah dijalani dan akan dijalaninya nanti. “Aku kini pasrah dan sumarah pada kehendak Tuhan”.
(Bersambung)
*****
Pembaca budiman, tahun 2009 Nella pernah pdkt dengan pria Belanda. Rumah temanku ini kala itu, persis seperti rumah Gerard di kisah ini, hanya ruang satu kamar. Saya ke Belanda untuk mewujudkan impian saya jalan-jalan ke luar negeri untuk pertama kalinya, pria Belanda bukan menjadi tujuan utama saya. Saya melakukan perjalanan untuk diri saya sendiri. Tuhan begitu baik, akhirnya saya bisa mewujudkan impian saya untuk jalan-jalan ke LN dengan uang saya sendiri.
Kalau saya perhatikan kehidupan si pria, dia orang yang kekurangan, dan mendapat bantuan dari pemerintah. Malangnya, kehidupan yang serba kekurangan tidak membuat seseorang untuk berhenti merokok, saya pikir, kalau kita serba kekurangan, seharusnya kita bisa hidup hemat, bukan malah membakar uang dengan kebiasaan merokok dan minum alkoho toh?l.
Sekembalinya saya ke Indonesia, si pria Belanda mulai sulit dihubungi, maupun jarang lagi menghubungi saya. Saya tidak menaruh harapan besar padanya, karena latar belakangnya. Dalam beberapa waktu dia mulai mengarang cerita kalau dia di penjara. Saya bosan dengan alasan (drama) yang dibuat pria asing. Saya tidak menangis sedikitpun, karena saya sudah punya pengalaman dengan pria Belgia kisahnya klik disini.
Fyi: untuk yang mempunyai kekasih orang asing (berbeda bangsa), kenali latar belakang calon pasangan Anda, kalau dia (misal A) mendapat bantuan dari pemerintah setiap bulannya, dan atau gajinya dibawah yang disyaratkan kedutaan besar, maka si A tidak bisa menjadi sponsor untuk mendatangkan atau menjamin seseorang untuk datang atau menikah. Logikannya hidupnya saja kekurangan bagaimana si A bisa menghidupi dua orang dirinya sendiri dan Anda.
*****
Artikel sisi gelap Perkawinan Timur Barat pernah di muat media online sinarharapan.co.id sebagai tulisan bersambung, sayangnya linknya tidak bisa dibuka lagi yakni sinarharapan.co.id/berita/0507/19/sh09.html Mengapa semua kisahnya di Belanda, ya karena Yuyu A.N. Krisna Mandagie sebagai penulis dan keluarganya dalam beberapa tahun tinggal di Belanda.
Lanjutan (Bagian 5) klik disini
Saya cuma bisa bilang jangan mau ya klo dia minta kirim uang atau transfer uang, entah dg alasan apapun juga.
bagaimana ya dengan saya yang sedang mnjalin hubungan dengan seorang tentara AS dan berstatus duda ?????summer nanti dia berjanji akan datang mengunjungi saya dan membawa saya untuk diperkenalkan dengan keluarga……..
Inilah belum banyak orang tidak tahu bahwa di belanda pengangguran diberi tunjangan pengangguran yang cukup. Bahkan kalau mau hidup irit utuk ditabung hasilnya bisa untuk dipakai melancong ke indonesia . Wooow. Kecele dah. Dapat suami turis belanda ternyata tuna karya. Pelajaran ini
Waduh… 🙁
Tidak ada kabarnya lagi :(.
Gak semua bahagia ya kak…
Gimana kabarnya Ibu Amiatun itu?
Pengen peluks deh… 🙁
Iya, betul banget. Sayang ya 🙁
Hiks hiks iyaaa Dan.
Ya ampuuuun. Sedih…
sedih 🙁
Saya coba google penulisnya tidak ketemu, ya kalau di bikin buku bagus, bisa jadi pengalaman bagi orang lain :).
Betul, aku ampek tarik nafas dalem2. Nel, kenapa ndak dibikin buku wae. bagus lho ceritanya
Iya mbak Tami :). Harus kenal banyak kerabat calon kita dulu ya, baru bisa ambil keputusan :).
Hikss iya :(.
Sama-sama mbak Kayka :).
Sama mbak Siti, dulu saya juga ngecek biodata calon suami, ya cuma bisa car2 melalui internet toh, ternyata dia ga suka join2 sosial media, cari lagi lah kok ada nama yg sama persis tp sdh nikah & punya anak, tinggal di negara lain. Ternyata didunia ada bisa juga ada nama yg sama tp orangnya ya beda bangsa ;).
Menurut saya bukan cuma harus kenal keluarganya mbak, teman dan koleganya juga penting. Sebelum saya menikah, saya diajak ke kantor dan sekolahnya di Jerman (waktu itu ambil trainingship jadi dual sekolah+kerja), dikenalin ke sahabat dan teman2nya yang lain. Dari keluarganya, saya ketemu ibu, kakak-kakak, ipar dan keponakan.
Tidak cuma berlaku untuk orang asing. Sewaktu sama mantan saya (sebelum suami skr), orang Indonesia, saya hanya ketemu keluarganya (LDR juga sih, saya di Singapur dia di Jkt). Ya jelas keluarganya hanya tahu dia “anak baik dan alim”……………
Sedih. Lebih sedih dr cerita sebelumnya mba Nella
siiip… saya suka nih mbak nella true stroy spt ini.
thanks sudah berbagi koleksinya ya.
salam
/kayka
wah baru aja koment di bagian 2 langsung ada sambungan yang ketiga, yang ini tragis amat ya mbak, penasaan kelanjutannya, jadi pembelajaran untuk kita semua ya, betul juga tadi koment beberapa blogger diatas, perlu mengenal keluarga, rekan kerjanya bahkan kalau perlu telusuri dulu silsilahnya dan perlu saling kunjungan dua arah dulu kalaupun alasan biaya setidaknya perlu sekali ketemuan minimal dan harus melakukan investigasi juga, kalo aku suka ngecek history blognya sejak 2010 terus lihat sttus dan koment segala macamnya di FB sejak 2007 dan itu malah belum cukup perlu melihat nya dari sisi teman atau keluarga yang mengenalnhya dan sikapnya netral tak hanya sekedar mendengarkan info sepihak sih.Bahkan bisa crosscchek ke perusahaan tempat dia bekerja perlu juga loh Mbak. Serasa Stalker habis ya kalau kayak gini tapi demi keamanan dan kebahagian kita agar tak salah pilih.
Terusannya sore ini mbak, sudah saya jadwalkan ;).
ditunggu terusannya mbak 🙂
salam
/kayka
Iya T3ph saya setuju sekali dengan kamu :). Kalau suami dan saya, dulu suami datang dua kali ke Indonesia yang kedua bersama adiknya, kemudian saya hanya satu kali ke negaranya, bertemu keluarganya dan teman-temannya, melihat pekerjaannya dll. Saya hanya satu kali berkunjung (karena biaya), kedua kali datang untuk menikah dan menetap.
seharusnya sebelum memutuskan menikahi orang tersebut paling nggak kita harus berkunjung (kalo bisa beberapa kali), melihat rumahnya, bertemu keluarganya. Kalo tidak kita seperti memilih kucing dalam karung. Ga jelas asalusulnya, gatau latar belakang dan pekerjaannya, semua kepercayaannya hanya berdasar omongan si lelaki saja (yang seringnya bohong)